PERMAINAN ADALAH ALAM ANAK-JANGAN MELARANG ANAK BERMAIN


Yohanes tinggal di padang gurun, menyatu dengan alam: itulah firdausnya, itulah masa persiapannya," sampai kepada hari ia harus menampakan diri.
Anak mempunyai waktu dimana ia boleh bebas menyatu dengan alam, bermain, kejar-kejaran, diam di luar mencoba kekuatan otot-ototnya, untuk menguasai lingkungan: ini makna "kepramukaan".

1. Yohanes sering digambarkan bersama Yesus, ia berpakaian kulit binatang dan Yesus bermain salib. Ada hikmah pada permainan anak manusia. Teresia dan kakaknya bermain pertapa, mereka berdua mau lari mencari padang gurun. Tidak hanya para genius yang sedari dini sudah menunjukan kecendrungannya. Pada permainan anak dapat dibaca kecondongan dan bakatnya: permainan anak itulah "renungannya" yang alamiah yang spontan. Ia menggambarkan cita-citanya, ia melukiskan angan-angannya,ia memainkan drama hidupnya ia mencari tempat dan sudut-sudut yang ia senangi. Di situ ia sendiri dengan lingkungan, pasar, tanah, air, pohon rindang untuk berlindung, binatang piaraan di dekatnya, dan Tuhan ada di sampingnya.  Janganlah anak dilarang bermain, karena hal itu sama dengan burung yang dilarang terbang, ikan yang dilarang berenang di dalam air. Burung boleh bernyanyi, indah menarik untuk manusia, atau hanya mengeluarkan bunyi, entah tanpa arti. Tetapi burung jangan ditanya kenapa ia bernyanyi. Ini hidup, lagu dan daya pertumbuhannya: ia memuliakan Tuhan. Kita memikirkan: anak harus bersekolah. Tetapi jangan lupa alam anak harus diakui: karena hal itu merupakan persiapan hidupnya. Unsur alam dan unsur main akan selalu mengikuti manusia, agar ia hidup spontan dan segar. Bukankah mereka di sebut anak-anak Allah?



2. Anak ada yang main suci-suci. 
Kalau hai itu spontanitas, melihat, meniru karena dorongan hatinya, itu adalah inspirasi, maka ia tidak perlu dicegah. Dalam diri anak, alam suci dan profan itu menyatu, tak dibedakan. Bukankah Yohanes sudah disucikan sejak dalam kandungan ibu? Dan Paulus berkata bahwa Tuhan telah memilih dia sejak dalam kandungan ibu, dan kepada Yeremia Tuhan sudah menyampaikan panggilan-Nya; sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi atas bangsa-bangsa (Yer. 1:5). Kalau anak tertarik untuk menjadi tentara karena melihat seragam, mau menjadi pilot karena mengagumi pengemudi kapal terbang: mengapa ia tidak boleh kagum akan seragam "Gereja, dan menginginkan yang lebih daripada yang dilihat pada orang tuanya?
Misdinar putra-putri altar adalah anak yang bermain di tempat suci, seperti Samuel yang sejak kecil sudah dihantar ibunya ke Bait Allah. Adapun Samuel menjadi pelayan dihadapan Tuhan; ia masih anak-anak, yang tubuhnya berlilit baju efod dari kain lenan (1Sam 2:18) Tuhan senang bermain dengan anak-anak. Bukankah Ia menggusari para murid yang tidak mampu membiarkan anak-anak datang kepada-Nya: biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka sebab orang-orang seperti dialah yang empunya Kerajaan Allah (Mark 10:14). Orang tua bisa bernostalgia, ia dalam hal ini boleh belajar dari anak-anaknya.



3. Peranan alam di dalam hidup
Juga di Indonesia kita sudah bertindak kejam terhadap alam, maka alam menuntut balas. Akibat hutan dibakar, ditebangi, bukit-bukit digunduli, alam memberontak. Timbul erosi, datanglah banjir, menggenangi sawah ladang dan desa-desa. Kita tidak belajar berteman dengan alam seperti santo Fransiskus, yang masih diceriterakan dan dimimpikan sebagai teman hutan, gunung dan burung-burung, bisa menjinakan serigala, menyebut matahari saudara dan bulan ayunya; ia hormat terhadap bumi dan air, terhadap api dan sakit dan maut. Ia mengerti akan alam dan dengan hormat menggunakannya; ia menaruh cinta pada alam maka ia bisa bernyanyi dan menari di tengah-tengahnya.  Di zaman modern ini, kita mengejar alam yang mulai lenyap, kita belajar bermeditasi, berkontemplasi tentang alam, yang semakin menjauh. Padahal pada awal mula Tuhan mendandani alam untuk manusia agar menjadi raja di dalamnya.


Orang juga belajar lagi menggunakan tubuhnya, agar bernafas teratur, dengan lentur menekuk dan memainkan jari-jarinya: tangan, kaki, leher dan kepala di atur dalam tari dan doa. Keindahan tubuh manusia ditemukan kembali untuk mengabdi Tuhan, mengabdi seni memuliakan Yang Mahatinggi, Sang Seniman Agung. Tuhan berbicara dengan tubuh sebagai bejana tanah liat. Ia menggambarkan Diri sebagai Sang Tukang Periuk, yang membentuk bejana untuk kepentingan berbeda-beda (Yer 18:1-12). Tuhan mengajak kita dekat pada tanah, ibu kita, pada alam yang sebagai bapa, mendapatkan pembentukan yang utuh, sempurna.

Post a Comment

0 Comments